Kalama Sutta

dari teman2 di www.wihara.com

1. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Berita Semata

Nasihat Sang Buddha seperti yang disebutkan dalam Kalama Sutta adalah untuk tidak menerima apapun berdasarkan pada berita, tradisi, kabar angin semata. Biasanya orang mengembangkan keyakinan mereka setelah mendengarkan perkataan orang lain. Tanpa berpikir mereka menerima apa yang orang lain katakan mengenai agama mereka atau apa yang telah tercatat dalam buku-buku keagamaan mereka. Kebanyakan orang jarang sekali mengambil resiko untuk menyelidiki, untuk menemukan apakah yang dikatakannya benar atau tidak. Sikap umum seperti ini sukar untuk dipahami, khususnya di dalam era modern saat ini ketika pendidikan sains mengajarkan orang untuk tidak menerima sama sekali apapun yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Bahkan sekarang ini banyak yang disebut sebagai pemuda berpendidikan hanya menggunakan emosi atau ketaatan mereka tanpa menggunakan pikiran naralnya.

Dalam Kalama Sutta, Sang Buddha memberikan nasihat yang sangat liberal (bebas) kepada sekelompok pemuda dalam menerima suatu agama secara rasional. Ketika orang-orang muda ini tidak dapat memutuskan bagaimana memilih agama yang sesuai, mereka menghadap kepada Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatNya. Mereka mengatakan kepadaNya bahwa semenjak berbagai kelompok agama memperkenalkan agamanya dalam berbagai cara, mereka mengalami kebingungan dan tidak bisa memahami cara keagamaan mana yang benar. Para pemuda ini bisa diibaratkan dalam istilah modern sebagai para pemikir bebas (free thinkers), atau para pencari kebenaran (truth seekers). Inilah mengapa mereka memutuskan untuk mendiskusikan hal ini dengan Sang Buddha. Mereka memohon kepada Sang Buddha untuk memberikan beberapa garis pedoman untuk membantu mereka menemukan suatu agama yang sesuai dimana dengannya mereka dapat menemukan kebenaran.

Dalam menjawab pertanyaan mereka, Sang Buddha tidak mengklaim bahwa Dhamma (ajaranNya) merupakan satu-satunya ajaran yang bernilai dan siapapun yang mempercayai hal lain akan masuk ke neraka. Justru Beliau memberikan beberapa nasihat yang penting untuk mereka pertimbangkan. Sang Buddha tidak pernah menganjurkan orang untuk menerima suatu agama hanya melalui iman (faith) semata tetapi Beliau menganjurkan mereka untuk mempertimbangkan dan memahami segala sesuatunya tanpa bias (praduga/menyimpang). Beliau juga tidak menganjurkan orang untuk menggunakan emosi atau ketaatan semata yang berdasarkan pada kepercayaan yang membuta di dalam menerima suatu agama. Inilah mengapa agama yang berdasarkan pada ajaranNya sering digambarkan sebagai agama rasional. Agama ini juga dikenal sebagai agama merdeka dan beralasan (religion of freedom and reason). Kita seharusnya tidak menerima apapun melalui iman atau emosi untuk mempraktikkan suatu agama. Kita seharusnya tidak menerima suatu agama begitu saja dikarenakan agama itu menghilangkan ketakutan bodoh kita mengenai apa yang akan terjadi pada diri kita, kapan kita mati ataupun ketakutan kita ketika diancam oleh api neraka jika kita tidak menerima beberapa ajaran atau yang lainnya. Agama harus diterima melalui pilihan bebas. Setiap pribadi harus menerima suatu agama karena pemahaman dan bukan karena agama itu merupakan hukum yang diberikan oleh suatu penguasa atau kekuatan-kekuatan supernatural. Menerima suatu agama haruslah bersifat pribadi dan berdasarkan pada kepastian rasional akan agama yang akan diterima.

Orang dapat membuat berbagai macam klaiman mengenai agama mereka dengan membesar-besarkan berbagai macam peristiwa untuk mempengaruhi orang lain. Kemudian, mereka dapat memperkenalkannya sebagai pesan surgawi untuk menumbuhkan iman atau rasa percaya. Tetapi kita harus membaca apa yang tertulis secara analitis dengan menggunakan akal sehat dan kekuatan pikiran. Itulah mengapa Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak menerima secara tergesa-gesa apapun yang tercatat, tradisi, atau kabar angin semata. Orang mempraktikkan tradisi-tradisi tertentu yang berdasarkan pada kepercayaan, kebiasaan atau cara hidup komunitas dimana mereka berada. Namun, beberapa tradisi sangatlah penting dan berarti. Oleh karena itu, Sang Buddha tidak mengecam semua tradisi adalah salah tetapi menasihatkan kita untuk mempertimbangkannya dengan sangat berhati-hati praktik mana yang penuh arti dan mana yang tidak. Kita harus mengetahui bahwa beberapa tradisi tertentu tersebut menjadi ketinggalan jaman dan tidak berarti lagi setelah beberapa periode waktu. Hal ini mungkin disebabkan karena kebanyakan di antaranya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh orang-orang primitif dan pemahaman mereka tentang kehidupan manusia dan alam sangatlah terbatas pada masa itu. Jadi, pada masa sekarang ini ketika kita menggunakan pendidikan sains modern kita dan pengetahuan akan alam semesta, kita dapat melihat sifat sesungguhnya dari kepercayaan mereka. Kepercayaan yang dimiliki orang-orang primitif mengenai matahari, bulan, dan bintang-bintang, bumi, angin, halilintar, guntur dan halilintar, hujan dan gempa bumi, berdasarkan pada usaha mereka untuk menjelaskan fenomena alam yang nampaknya sangat mengerikan. Mereka memperkenalkan fenomena alam tersebut sebagai tuhan-tuhan (dewa) atau perbuatan-perbuatan tuhan dan kekuatan-kekuatan supernatural.


2. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Tradisi Semata

Dengan pengetahun kita yang telah maju, kita dapat menjelaskan fenomena alam yang nampaknya mengerikan ini sebagaimana apa adaya. Itulah mengapa Sang Buddha mengatakan, “Janganlah menerima dengan segera apa yang kau dengar. Janganlah mencoba untuk membenarkan perilaku tidak rasionalmu dengan mengatakan ini adalah tradisi-tradisi kami dan kita harus menerimanya.” Kita seharusnya tidak percaya begitu saja kepada takhayul ataupun dogma agama karena orang yang dituakan melakukan hal yang sama. Ini bukan berarti kita tidak menghormati para sesepuh kita, tetapi kita harus melaju bersama waktu. Kita seharusnya memelihara kepercayaan-kepercayaan yang sesuai dengan pandangan dan nilai-nilai modern dan menolak apapun yang tidak diperlukan atau yang tidak sesuai karena waktu telah berubah. Dengan cara ini kita akan dapat hidup dengan lebih baik.

Satu generasi yang lalu, seorang pendeta Anglikan, Uskup dari Woolich menyatakan sebuah kalimat, “Tuhan dari celah“ (God of the gaps) untuk menjelaskan bahwa apapun yang tidak kita pahami merupakan atribut tuhan. Karena pengetahuan kita terhadap dunia telah berkembang, kekuatan tuhan pun berkurang secara bersamaan.


3. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Kabar Angin Semata

Semua orang suka mendengarkan cerita. Mungkin itulah mengapa orang mempercayai kabar angin. Anggaplah ada seratus orang yang telah melihat sebuah peristiwa tertentu dan ketika setiap orang menceritakannya kembali kepada yang lain, ia akan menghubungkannya dengan cara yang berbeda dengan menambahkan lebih banyak hal lainnya dan membesar-besarkan hal yang kecilnya. Ia akan menambahkan "garam dan bumbu" untuk membuat ceritanya lebih seru dan menarik dan untuk memperindahnya. Umumnya setiap orang akan menceritakan suatu kisah seolah-olah dialah satu-satunya yang dapat menceritakan kepada orang lain apa yang benar-benar terjadi. Inilah sifat sesungguhnya dari cerita yang dibuat dan disebarkan oleh orang. Ketika Anda membaca beberapa kisah dalam agama apapun, cobalah untuk ingat bahwa kebanyakan dari interpretasinya adalah hanya untuk menghias peristiwa kecil untuk menarik perhatian orang. Jika tidak demikian, maka tidak akan ada apapun bagi mereka untuk diceritakan kepada orang lain dan tak seorang pun akan menaruh perhatian pada kisah itu.

Di sisi lain cerita dapat sangat bermanfaat. Cerita merupakan cara yang menarik untuk menyampaikan pelajaran moral. Literatur Buddhis merupakan gudang yang besar dari beragam kisah cerita. Tetapi itu hanyalah cerita. Kita harus tidak mempercayainya seperti seolah-olah cerita itu adalah kebenaran mutlak. Kita seharusnya tidak seperti anak kecil yang percaya bahwa seekor serigala dapat menelan hidup-hidup seorang nenek dan berbicara kepada manusia! Orang dapat berbicara mengenai berbagai macam keajaiban, tuhan-tuhan/dewa, dewi, bidadari-bidadari dan kekuatan mereka berdasarkan pada kepercayaan mereka. Kebanyakan orang cenderung untuk menerima dengan segera hal-hal tersebut tanpa penyelidikan apapun, tetapi menurut Sang Buddha, kita seharusnya tidak mempercayai dengan segera apapun karena mereka yang menceritakannya kepada kita akan hal itu pun terpedaya olehnya. Kebanyakan orang di dunia ini masih berada dalam kegelapan dan kemampuan mereka untuk memahami kebenaran sangatlah miskin. Hanya beberapa orang yang memhami segala sesuatu secara sewajarnya. Bagaimana mungkin seorang buta menuntun seorang buta lainnya? Kemudian ada perkataan lain, Jack si mata satu dapat menjadi raja dikerajaan orang buta. Beberapa orang mungkin hanya mengetahui sebagian dari kebenaran. Kita perlu berhati-hati dalam menjelaskan kebenaran mutlak ini kepada mereka.


4. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Otoritas Teks-Teks Keagamaan Semata

Selanjutnya Sang Buddha memperingati kita untuk tidak mempercayai apapun berdasarkan pada otoritas teks-teks keagamaan ataupun kitab-kitab suci. Beberapa orang selalu mengatakan bahwa semua pesan-pesan yang terdapat dalam kitab-kitab suci mereka disampaikan secara langsung oleh tuhan mereka. Sekarang ini, mereka mencoba untuk memperkenalkan buku-buku tersebut sebagai pesan dari surga. Hal ini sukar untuk dipercaya bahwa mereka menerima pesan ini dari surga dan mencatatnya dalam kitab suci mereka hanya pada beberapa ribu tahun yang lampau. Mengapa wahyu ini tidak diberikan lebih awal? (Menimbang bawa planet bumi ini berusia empat setengah miliar tahun). Mengapa wahyu tersebut dibuat hanya untuk menyenangkan beberapa orang tertentu saja? Tentunya akan jauh lebih efektif jika mengumpulkan semua orang dalam suatu tempat dan menyatakan kebenaran kepada banyak orang daripada bergantung pada satu orang untuk melakukan pekerjaan itu. Bukankah tetap lebih baik jika tuhan-tuhan mereka menampakkan diri pada hari-hari penting tertentu dalam setahun untuk membuktikan keberadaan dirinya secara berkala? Dengan cara demikian tentunya mereka tidak akan memiliki kesulitan sama sekali untuk mengubah seluruh dunia!

Umat Buddha tidak berusaha untuk memperkenalkan ajaran Sang Buddha sebagai pesan surgawi, dan mereka mengajarkan tanpa menggunakan kekuatan mistik apapun. Menurut Sang Buddha, kita tidak seharusnya menerima ajaranNya seperti yang tercatat dalam kitab suci Buddhis secara membuta dan tanpa pemahaman yang benar. Ini merupakan kebebasan yang luar biasa yang Sang Buddha berikan kepada kita. Meskipun Beliau tidak pernah mengklaim bahwa umat Buddha adalah orang-orang pilihan tuhan, Beliau memberikan penghargaan jauh lebih besar kepada kecerdasan manusia dibanding dengan yang pernah dilakukan oleh agama manapun.

Cara yang terbaik bagi seseorang yang berasional untuk mengikuti adalah mempertimbangkan secara hati-hati sebelum ia menerima atau menolak segala sesuatu. Mempelajari, berpikir, menyelidiki sampai Anda menyadari apa yang ada sebenarnya. Jika Anda menerimanya hanya berdasarkan pada perintah atau kitab-kitab suci, Anda tidak akan menyadari kebenaran bagi diri Anda sendiri.


5. Janganlah Bergantung Pada Logika dan Argumentasi Pribadi Saja

"Janganlah bergantung pada logika dan argumentasi pribadi saja" merupakan nasihat lain dari Sang Buddha. Janganlah berpikir bahwa penalaran Anda adalah hal yang mutlak. Kalau tidak demikian, Anda akan berbangga diri dan tidak mendengarkan orang lain yang lebih mengetahui dibandingkan dengan diri Anda. Biasanya kita menasihatkan orang lain untuk menggunakan penalaran. Benar, dengan menggunakan daya pikiran dan akal yang terbatas, manusia berbeda dengan hewan dalam hal menggunakan pikirannya. Bahkan seorang anak kecil dan orang yang tidak berpendidikan pun menggunakan penalaran sesuai dengan usia, kedewasaan, pendidikan, dan pemahaman. Tetapi penalaran ini berbeda berdasarkan pada kedewasaan, pengetahuan, dan pengalaman. Sekali lagi, penalaran ini merupakan subjek dari perubahan, dari waktu ke waktu. Identitas seseorang atau pengenalan akan konsep-konsep juga berubah dari waktu ke waktu. Dalam penalaran seperti itu tidak ada analisa terakhir atau kebenaran mutlak. Karena kita tidak memiliki pilihan lain, kita harus menggunakan penalaran terbatas kita secara keras sampai kita mendapatkan pemahaman yang sebenarnya. Tujuan kita seharusnya adalah mengembangkan pikiran kita secara berkesinambungan dengan bersiap diri untuk belajar dari orang lain tanpa menjadi masuk ke dalam kepercayaan membuta. Dengan membuka diri kita pada cara berpikir yang berbeda, dengan membiarkan kepercayaan kita tertantang/teruji, dengan selalu tetap membuka pikiran, kita mengembangkan pemahaman kita atas diri kita sendiri dan dunia di sekeliling kita. Sang Buddha mengunjungi setiap guru yang dapat Beliau temukan sebelum Beliau mencapai Pencerahan terakhir. Meskipun kemudian Beliau tidak menerima apapun yang mereka ajarkan. Justru, Beliau menggunakan penalaranNya untuk memahami Kebenaran. Dan ketika Beliau mencapai Penerangan Agung, Beliau tidak pernah marah atau mengancam siapapun yang tidak setuju dengan ajaranNya.

Sekarang marilah kita mempertimbangkan argumen dan logika. Kapanpun kita berpikir bahwa suatu hal tertentu dapat kita terima, kita mengatakan hal itu adalah logika. Sebenarnya, seni logika merupakan alat yang bermanfaat bagi sebuah argumen. Logika dapat diekploitasi oleh para orator (ahli pidato) berbakat yang menggunakan kepandaian dan kecerdikan. Seseorang yang mengetahui cara berbicara dapat menjatuhkan kebenaran dan keadilan serta mengalahkan orang lain. Seperti para pengacara berargumen di pengadilan. Kelompok-kelompok agama yang berbeda berargumen untuk membuktikan bahwa agama mereka lebih baik dari agama-agama yang lainnya. Argumen-argumen mereka berdasarkan pada bakat dan kemampuan mereka untuk menyampaikan pandangan-pandangan mereka tetapi sebenarnya mereka tidak tertarik kepada kebenaran. Inilah sifat dasar dari argumen. Untuk mencapai kebenaran, Sang Buddha menasihatkan kita untuk tidak terpengaruh oleh argumen atau logika tetapi menasihatkan kita untuk menggunakan penyelidikan yang tidak bias. Ketika orang-orang mulai berargumen, secara alami emosi mereka juga muncul dan hasilnya adalah argumen yang memanas. Kemudian, egoisme manusia menambah lebih banyak lagi api dalam perang kata-kata ini. Pada akhirnya, menciptakan permusuhan karena tak ada seorang pun yang mau menyerah. Oleh karena itu, seseorang seharusnya tidak memperkenalkan kebenaran agama melalui argumen. Ini merupakan nasihat penting lainnya dari Sang Buddha.


6. Janganlah Menerima Apapun Berdasarkan Pada Pengaruh Pribadi Seseorang Semata

Kemudian nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun sebagai kebenaran mutlak berdasarkan pada pengaruh pribadi seseorang. Hal ini mengacu pada kepercayaan yang dilihat sebagai kebenaran melalui imajinasi pribadi seseorang. Meskipun kita memiliki keraguan dalam pikiran kita, kita menerima hal-hal tertentu sebagai kebenaran setelah penyelidikan yang terbatas. Semenjak pikiran kita terpedaya oleh banyaknya keinginan dan perasaan-perasaan emosional, sikap batin ini menciptakan banyak ilusi. Dan kita juga sebenarnya memiliki kebodohan batin. Semua orang menderita yang diakibatkan dari kebodohan batin dan ilusi. Kekotoran batin menyelimuti pikiran yang kemudian menjadi bias dan tidak dapat membedakan antara kebenaran dan ilusi. Sebagai hasilnya, kita menjadi percaya bahwa hanya kepercayaan kitalah yang benar. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak mengambil sebuah kesimpulan dengan segera dengan menggunakan perasaan emosional kita tetapi untuk mendapatkan lebih banyak lagi informasi dan penyelidikan sebelum kita mengambil kesimpulan terhadap sesuatu. Ini berarti kita harus bersedia mendengarkan terlebih dulu apa yang orang lain katakan. Mungkin mereka dapat menjernihkan keragu-raguan kita dan membantu kita untuk mengenali kesalahan atas apa yang kita percayai sebagai kebenaran. Sebagai contoh untuk hal ini adalah suatu masa ketika orang-orang pernah mengatakan bahwa matahari mengelilingi bumi dimana bumi berbentuk datar seperti layaknya uang logam. Hal ini berdasarkan pada keterbatasannya pengetahuan mereka, tetapi mereka bersiap untuk membakar hidup-hidup siapapun yang berani mengemukakan pandangan yang lain. Terima kasih kepada Guru Tercerahkan kita, Buddhisme dalam sejarahnya tidak memiliki catatan gelap dimana orang tidak diperkenankan untuk menentang apapun yang tidak masuk akal seperti itu. Inilah mengapa begitu banyak aliran Buddhisme saling bertautan secara damai tanpa mengecam satu sama yang lain. Berdasarkan pada petunjuk-petunjuk yang jelas dari Sang Buddha, umat Buddha menghormati hak-hak orang lain untuk memegang pandangan yang berbeda.


7. Janganlah Menerima Apapun Yang Kelihatannya Benar

Nasihat selanjutnya adalah janganlah menerima apapun yang kelihatannya benar. Ketika Anda melihat segala hal dan mendengarkan beberapa tafsiran yang diberikan oleh orang lain, Anda hanyalah menerima penampilan luar dari obyek-obyek tersebut tanpa menggunakan pengetahuan anda secara mendalam. Kadangkala konsep atau identitas yang Anda ciptakan mengenai suatu obyek adalah jauh dari kebenaran hakikinya.

Cobalah untuk melihat segala sesuatu dalam sudut pandang yang sebagaimana mestinya. Buddhisme dikenal sebagai Ajaran Analisis (Doktrin of Analysis). Hanya dengan melalui analisa kita dapat memahami apa yang sebenarnya terdapat pada sebuah obyek dan apakah jenis dari elemen-lemen dan energi-energi yang berkerja dan bagaimanakah hal-hal itu bisa ada, mengapa mengalami kelapukan dan menghilang. Jika Anda menelaah sifat alami dari hal-hal ini, Anda akan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada adalah tidak kekal dan kemelekatan terhadap obyek-obyek tersebut dapat menimbulkan kekecewaan. Juga, Anda akan menyadari bahwa tidak ada hal penting dalam pertengkaran mengenai ide-ide ketika dalam analisa terakhir, ketika melihat hal-hal tersebut dalam sudut pandang yang sebebarnya, ternyata hal-hal tersebut hanyalah ilusi belaka. Umat Buddha tidaklah terjebak dalam hal-hal kontoversial mengenai kapan dunia akan berakhir karena mereka melihat bahwa secara pasti segala sesuatu yang terdiri dari perpaduan akan mengalami kehancuran. Dunia akan berakir. Tidak ada keraguan akan hal itu. Kita berakhir setiap waktu kita menarik napas masuk dan keluar. Akhir dunia (yang disampaikan oleh Sang Buddha) hanya semata-mata peristiwa dramatis dari sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan ilmu astronomi modern mengatakan pada kita bahwa dunia bergejolak setiap saat. "Mereka yang tidak mengkhawatikan masa lalu, mereka yang tidak mengkhawatirkan masa depan, maka mereka hidup dalam ketenangan" (Sang Buddha). Ketika kita mengetahui kebenaran ini, maka akhir dunia tidak lagi menjadi hal yang begitu menakutkan dan tidaklah pantas untuk dikhawatirkan.


8. Janganlah Bergantung Pada Pengalaman Spekulasi Pribadi Seseorang.

Sang Buddha kemudian memperingati para pengikutnya untuk tidak bergantung pada pengalaman spekulasi pribadi seseorang. Setelah mendengarkan atau membaca beberapa teori tertentu, orang dengan mudah tiba pada kesimpulan tertentu dan memelihara kepercayaan ini. Mereka menolak dengan sangat keras untuk mengubah pandangan mereka karena pikiran mereka telah terbentuk atau karena sewaktu beralih pada kepercayaan tertentu, mereka telah diperingatkan bahwa mereka akan dibakar di dalam neraka jika mereka mengubah pendiriannya. Dalam kebodohan dan rasa takut, orang-orang malang ini hidup dalam surga kebodohan, mereka berpikir bahwa kesalahan-kesalahan mereka secara ajaib akan diampuni. Nasihat Sang Buddha adalah untuk tidak membuat kesimpulan gegabah apapun untuk memutuskan apakah sesuatu itu benar atau sebaliknya. Manusia dapat menemukan berbagai macam hal di dunia ini tetapi hal yang paling sukar bagi mereka untuk dilihat adalah kebenaran atau realita dari segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan. Kita seharusnya tidak bergantung pada desas-desus spekulasi untuk memahami kebenaran. Kita boleh menerima beberapa hal tertentu sebagai dasar yang digunakan untuk memulai sebuah penyelidikan yang akhirnya akan memberikan kepuasan pada pikiran. Keputusan yang kita ambil dengan cara spekulasi dapat dibandingkan dengan keputusan yang dibuat oleh sekelompok orang buta yang menyentuh bagian berbeda dari tubuh seekor gajah. Setiap orang buta tersebut memiliki keputusan sendiri mengenai apa yang ia pikirkan tentang bentuk dari gajah tersebut. Bagi masing-masing orang buta tersebut, apa yang ia katakan adalah benar. Meskipun mereka yang dapat melihat hal-hal tersebut tahu bahwa semua orang buta tersebut salah, dalam pikiran orang-orang buta tersebut mereka berpikir bahwa merekalah yang benar. Juga janganlah seperti katak dalam tempurung kelapa yang berpikir bahwa tidak ada dunia lain di luar apa yang dapat ia lihat.

Kita terbutakan oleh kekotoran batin kita. Inilah mengapa kita tidak dapat memahami kebenaran. Inilah mengapa orang lain dapat menyesatkan dan mempengaruhi kita dengan sangat mudah. Kita selalu mudah mengganti kepercayaan yang telah kita terima sebagai kebenaran karena kita tidak memiliki pemahaman yang mendalam. Orang-orang mengubah lebel agama mereka dari waktu ke waktu karena mereka mudah terpengaruh oleh emosi manusia. Ketika kita sudah menyadari kebenaran tertinggi, kita tidak perlu lagi mengubahnya dalam keadaan apapun karena dalam kebenaran terakhir tidak ada hal yang diubah, ia adalah Mutlak.


9. Janganlah Dengan Mudah Mengubah Pandangan Kita Karena Kita Terkesan Oleh Kemampuan Mengesankan Seseorang

Kita seharusnya tidak mengubah pandangan-pandangan kita dengan mudah karena kita terkesan oleh kemampuan mengesankan seseorang merupakan nasihat selanjutnya Sang Buddha yang diberikan kepada orang-orang muda yang disebut dengan suku Kalama. Seberapa orang memiliki kemampuan yang mengesankan Anda dengan perilaku dan kemampuan nyata untuk melakukan hal-hal tertentu. Sebagai contoh, akankah Anda mempercayai secara membuta seorang gadis yang ada di iklan televisi yang mengatakan kepada Anda bahwa Anda juga dapat menjadi cantik secantik dirinya, memiliki gigi seindah giginya, jika Anda menggunakan pasta gigi merek tertentu? Tentu tidak.Anda tidak akan menerima apa yang ia katakan tanpa memeriksa secara hati-hati kebenaran akan pernyataanya. Ini juga sama dengan para pembicara fasih yang mengetuk pintu Anda untuk menceritakan cerita yang mempesona tentang "kebenaran" mereka. Mereka mungkin berbicara mengenai beragam guru-guru agama, guru-guru, dan ahli-ahli meditasi. Mereka juga akan menikmati memberi pernyataan yang dilebih-lebihkan untuk membuktikan kekuatan dari guru-guru mereka untuk mempengaruhi pikiran Anda. Jika Anda secara membuta menerima perkataan-perkataan mereka sebagai Kebenaran, Anda akan memelihara pandangan yang goyah dan dangkal karena Anda tidak sepenuhnya yakin. Anda dapat mengikuti mereka dengan iman untuk beberapa saat, tetapi suatu hari Anda akan merasa kecewa, karena Anda tidak menerimanya melalui pemahaman dan pengalaman Anda. Dan segera setelah guru mengesankan lainnya datang, Anda akan meninggalkan yang pertama.

Telaahlah nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Pikirkan bagaimana beralasannya, masuk akalnya, dan ilmiahnya cara pengajaranNya. "Janganlah mendengarkan orang lain dengan kepercayaan membuta. Dengarkanlah mereka dengan segala pengertiannya, tetapi tetaplah penuh perhatian dan dengarlah dengan pikiran terbuka. Anda tidak seharusnya menyerahkan pendidikan dan kecerdasan Anda kepada orang lain ketika Anda sedang mendengarkan mereka. Mereka mungkin mencoba untuk membangkitkan emosi Anda dan mempengaruhi pikiran Anda sesuai dengan kebutuhan duniawi Anda untuk memuaskan keinginan Anda. Tetapi tujuan mereka mungkin bukan berkepentingan untuk menyatakan kebenaran."


10. Janganlah Menerima Apapun Atas Pertimbangan Bahwa "inilah Guru Kami" (merujuk Sang Buddha sendiri)

Janganlah menerima apapun atas pertimbangan bahwa "Inilah guru kami", merupakan nasihat terakhir Sang Buddha dalam konteks ini. Pernahkah Anda mendengar guru agama lain manapun yang mengutarakan kata-kata seperti ini? Yang lainnya semua mengatakan, "Sayalah satu-satunya guru terhebat, Saya adalah Tuhan. Ikutilah aku, sembahlah aku, berdoalah padaku, jika tidak kau tidak akan memiliki keselamatan." Mereka juga mengatakan, "Janganlah kau menyembah tuhan lain atau guru lain." Berpikirlah untuk sejenak untuk memahami sikap Sang Buddha. Sang Buddha mengatakan, "Kau seharusnya tidak bergantung secara membuta kepada gurumu. Ia mungkin saja adalah penemu sebuah agama atau guru yang terkenal, tetapi meskipun demikian kau tidak seharusnya mengembangkan kemelekatanmu terhadapnya sekali pun."

Beginilah caranya Sang Buddha memberikan penghargaan yang semestinya kepada kecerdasan seseorang dan memperkenankan manusia menggunakan kehendak bebasnya tanpa bergantung pada orang lain. Sang Buddha mengatakan, "Kau bisa menjadi tuan atas dirimu sendiri." Sang Buddha tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa Beliau-lah satu-satunya Guru Yang Tercerahkan dimana para pengikutnya tidak diperkenankan untuk memuja tuhan/dewa dan guru agama lain. Beliau juga tidak menjanjikan para pengikutnya bahwa mereka dapat dengan mudah pergi ke surga atau mencapai Nibbana jika mereka memujaNya secara membuta. Jika kita mempraktikkan agama begitu saja dengan bergantung kepada seorang guru, kita tidak akan pernah menyadari kebenaran. Tanpa menyadari kebenaran mengenai agama yang kita praktikkan kita dapat menjadi korban dari kepercayaan yang membuta dan memenjarakan kebebasan berpikir kita dan akhirnya menjadi budak bagi seorang guru tertentu dan mendiskriminasikan guru yang lain.

Kita harus menyadari bahwa kita harus tidak bergantung pada orang lain dalam penyelamatan diri kita. Tetapi kita dapat menghormati guru agama manapun yang sungguh dan pantas untuk dihormati. Para guru agama dapat mengatakan kepada kita bagaimana untuk meraih keselamatan kita, tetapi seseorang tidak dapat menyelamatkan orang lain. Penyelamatan ini bukan seperti menyelamatkan sebuah kehidupan ketika dalam bahaya. Ini adalah pembebasan terakhir dari kekotoran batin dan penderitaan duniawi. Inilah mengapa kita harus berkerja secara individual (sendiri) untuk meraih pembebasan kita atau kemerdekaan penuh berdasarkan pada nasihat yang diberikan oleh guru-guru agama.

"Tidak ada orang lain yang menyelamatkan kita selain diri kita. Sang Buddha hanyalah menunjukkan jalannya."

Dapatkah Anda pikiran guru agama manapun yang pernah mengatakan hal ini? Inilah kebebasan yang kita miliki dalam Buddhisme.

Inilah sepuluh nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha kepada sekelompok pemuda yang disebut suku Kalama yang datang menemui Sang Buddha untuk mengetahui bagaimana menerima suatu agama dan bagaimana untuk memutuskan mana agama yang benar.

Nasihat Beliau adalah: "Janganlah mementingkan diri sendiri dan janganlah menjadi budak bagi yang lain; Janganlah melakukan apapun hanya untuk kepentingan pribadi tetapi pertimbangkan untuk kepentingan pihak lain." Beliau mengatakan kepada suku Kalama agar mereka dapat memahami hal ini berdasarkan pada pengalaman pribadi mereka. Beliau juga mengatakan bahwa di antara beragam praktik dan kepercayaan, ada hal-hal tertentu yang baik bagi seseorang tetapi tidak baik bagi yang lain. Dan sebaliknya, ada hal-hal tertentu yang baik bagi orang lain tetapi tidak baik bagi seseorang. Sebelum Anda melakukan apapun, Anda harus mempertimbangkan baik manfaat maupun ketidakmanfaatan yang akan bertambah pada diri Anda. Inilah garis pedoman untuk pertimbangan sebelum Anda menerima suatu agama. Oleh karena itu, Sang Buddha telah memberikan kebebasan secara penuh kepada kita untuk memilih suatu agama berdasarkan pada pendirian diri sendiri.

Buddhisme merupakan suatu agama yang mengajarkan seseorang untuk memahami bahwa manusia bukanlah untuk agama tetapi agama itulah yang untuk manusia gunakan. Agama dapat diibaratkan sebagai rakit yang digunakan manusia untuk menyeberangi sungai. Ketika orang itu sampai di pinggiran sungai, ia dapat meninggalkannya dan melanjutkan perjalanannya. Seseorang seharusnya menggunakan agama untuk perbaikan dirinya dan untuk mengalami kebebasan, kedamaian, dan kebahagiaan. Buddhisme merupakan suatu agama yang dapat kita gunakan untuk hidup penih kedamaian dan membiarkan yang lain untuk juga hidup penuh kedamaian. Saat mempraktikkan agama ini kita diperkenankan untuk menghormati agama lain. Jika sukar untuk menghormati sikap dan perilaku agama lain maka setidaknya kita perlu bertoleransi tanpa mengganggu atau mengecam agama lain. Sangatlah sedikit agama lain yang mengajarkan para pengikutnya untuk mengadopsi sikap bertoleransi ini.
File Under:

dari cewek cantik

diambil dari posting Usnisha...

Surat dari cewek cantik yang ingin mendapatkan pria kaya yang dimuat di
suatu majalah. Suratnya ditanggapi oleh seorang pria kaya dengan serius.
Bagus kata-katanya dan jangan lupa lihat nama pria yang membalas
suratnya.
Seorang gadis muda dan cantik, mengirimkan surat ke sebuah majalah
terkenal, dengan judul:

"Apa yang harus saya lakukan untuk dapat menikah dengan pria kaya?"

Saya akan jujur, tentang apa yang akan coba saya katakan di sini. tahun
ini saya berumur 25 tahun.
saya sangat cantik, mempunyai selera yang bagus akan fashion. saya ingin
menikahi seorang pria dengan penghasilan minimal $500ribu/tahun. anda
mungkin berpikir saya matre, tapi penghasilan $1juta/tahun hanya
dianggap sebagai kelas menengah di New York . persyaratan saya tidak
tinggi. apakah ada di forum ini mempunyai penghasilan $500ribu/tahun?
apa kalian semua sudah menikah? yang saya ingin tanyakan: apa yang harus
saya lakukan untuk menikahi orang kaya seperti anda? yang terkaya pernah
berkencan dengan saya hanya $250rb/tahun. bila seseorang ingin pindah ke
area pemukiman elit di City Garden New York , penghasilan $ 250rb/tahun
tidaklah cukup.
dengan kerendahan hati, saya ingin menanyakan:
dimana para lajang2 kaya hang out?
kisaran umur berapa yang harus saya cari?
kenapa kebanyakan istri dari orang2 kaya hanya berpenampilan standar?
saya pernah bertemu dengan beberapa wanita yang memiliki penampilan
tidak menarik, tapi mereka bisa menikahi pria kaya?
bagaimana, anda memutuskan, siapa yang bisa menjadi istrimu, dan siapa
yang hanya bisa menjadi pacar?

ttd.
Si Cantik
------------ --------- --



Inilah balasan dari seorang pria yang bekerja di Finansial Wall Street :

saya telah membaca surat mu dengan semangat. saya rasa banyak gadis2 di
luar sana yang mempunyai pertanyaan yang sama. ijinkan saya untuk
menganalisa situasi mu sebagai seorang profesional.
pendapatan tahunan saya lebih dari $500rb, sesuai syaratmu, jadi saya
harap semuanya tidak berpikir saya main2 di sini. dari sisi seorang
bisnis, merupakan keputusan salah untuk menikahimu. jawabannya mudah
saja, saya coba jelaskan, coba tempatkan "kecantikan" dan "uang"
bersisian, dimana anda mencoba menukar kecantikan dengan uang: pihak A
menyediakan kecantikan, dan pihak B membayar untuk itu, hal yg masuk
akal. tapi ada masalah disini, kecantikan anda akan menghilang, tapi
uang saya tidak akan hilang tanpa ada alasan yang bagus. faktanya,
pendapatan saya mungkin akan meningkat dari tahun ke tahun, tapi anda
tidak akan bertambah cantik tahun demi tahun. Karena itu, dari sudut
pandang ekonomi, saya adalah aset yang akan meningkat, dan anda adalah
aset yang akan menyusut. bukan hanya penyusutan normal, tapi penyusutan
eksponensial.

jika hanya (kecantikan) itu aset anda, nilai anda akan sangat
mengkhawatirkan 10 tahun mendatang. dari aturan yg kita gunakan di Wall
Street, setiap pertukaran memiliki posisi, kencan dengan anda juga
merupakan posisi tukar. jika nilai tukar turun, kita akan menjualnya dan
adalah ide buruk untuk menyimpan dalam jangka lama, seperti pernikahan
yang anda inginkan. mungkin terdengar kasar, tapi untuk membuat
keputusan bijaksana, setiap aset dengan nilai depresiasi besar akan di
jual atau "disewakan." siapa saja dengan penghasilan tahunan $500rb,
bukan orang bodoh, kami hanya berkencan dengan anda, tapi tidak akan
menikahi anda.
Saya akan menyarankan agar anda lupakan saja untuk mencari cara menikahi
orang kaya. lebih baik anda menjadikan diri anda orang kaya dengan
pendapatan $500rb/tahun. ini kesempatan lebih bagus daripada mencari
orang kaya bodoh. mudah2an balasan ini dapat membantu. jika anda
tertarik untuk servis "sewa pinjam," hubungi saya.

ttd,
J.P. Morgan _,_._,
File Under:

Perjalanan menjadi Maitreya's

sepenggal waktu yang membentag antara takdir, kenyataan, angan dan pilihan...


Dulu sebagimana umumnya anak2 disekitar... saya seorang sekuler (gak terterik sama agama), walau ortu budisme "kelenteng-an"... konon kabarnya waktu mau lahirpun nenek gue (tgl 14 imlek) pergi mohon ke dewa di kelenteng untuk minta supaya saya cepat ter-lahir... then aneh bin ajaib besoknya udah keluar deh... he he he... (katanya antara anak2 Bunda, saya lahir paling genteng / gak sakit)

SD sekolah ikut Kat***k, sempat ikut katekumen hampir di baptizzzz lagi he he...
SMP dikeluarkan dari sekolah karena kasus pencurian he he... (hiasan sepeda) tapi sekarang udah gak curi yang begitu lagi, cuman berani curi2 pandang ama yg "puti + cantik" he he he (udah mengamalkan pancasila buddhis)
pindah ke sekolah butut (katanya urutan no2 dari belakang) jadi... di sini saya yang cukup pintar antara orng-orang buangan... T_T sedih... kalo ingat teman2 di sekolah ini... masa depan suram, teman2 bilang kalo gak naik kelas gak mau sekolah lagi... ada yg kelas 2 smp udah dinikahkan keluar negeri... dan lain2

tapi disinilah saya bertemu teman2 yang akhirnya memperkenalkan saya dengan ajaran buddha (maitreya) saat itu agama buddha tidak gampang ditemukan. semula saya sempat ikut melihat2 dan menolak untuk "Qiu Dao" (semacam penbabtisan dalam agama nasrani, tapi medianya api dan roh kudus) ketika di tawarkan.
sampai suatu saat di RCTI di putar film "Little Buddha"... tidak tahu kenapa air mata mengalir.... menyaksikan cuplikan sang Buddha mencapai pencerahan agungnya...
setelah hari itu, saya yang minta ke teman untuk ajak saya "Qiu Dao"... pertama merasa heran dan aneh, koq tidak seperti apa yang saya bayangkan tentang agama Buddha... (dalam benak ku meditasi, baca parita dan lain-lain) ada sedikit perasaan tertipu dan kecewa...

sebagai gantinya saya banyak pinjam buku buddhis yang kebetulan ada di perpustakaan Vihara... ada tentang 31 alam kehidupan, meditasi dan objek perenungan... ini dhrama pertama yg saya baca... plus ajaran dari daoisme dan kong hu zu... seiring berlalunya waktu, saya mulai memahami buddhisme maitreya, karakteristiknya, dan mengenal maitreya. beruntung saya sebagai yang hobbi membaca (hanya untuk karegori cerita dharma) tidak pernah kekurangan bahan... intisari setiap dhrama yg saya baca atau dengar biasanya akan saya ingat dengan sangat bagus... (walau tidak mendetail)

dalam buddisme maitreya sendiri sebenarnya ada yang mirip-mirip teknik meditasi... (hal ini saya sadari setelah saya lulus kuliah dan belajar ajaran teravada) karena dulu tidak begitu pay attention pada topik jhana yang pernah saya baca... serta kurangnya informasi... saya tidak tahu rupanya sudah pernah masuk jhana... bahkan pernah suatu ketika sewaktu melakukan (yang mirip meditasi) itu saya merasa segalanya hampa hanya tertinggal buddha rupang Maitreya di depan... yg manakah aku? yang duduk disana atau yang disini? sepertinya saya melebur dalam ruang dan waktu... saya menjadi takut (karena tidak tahu apa yg terjadi) tapi senang dengan apa yang ada di batin... takutnya kalo di ceritakan saya dianggap gila dan sesat karena topik-topik dharma yang diuraikan ada banyak yang menyangkut maitreya palsu dan ajaran sesat....

disana tidak diajarkan pengolahan batin, jhana dan yang semacam itu... cuman di suruh serig-sering melakukan (yg mirip meditasi) itu... mungkin ajhan chah benar jhana tidak mutlak perlu dalam mencapai pemurnian... oleh karena itu para pendahulu di Maitreya tidak pernah membahas hal berkenaan dengan ini... hanya diminta jaga pikiran seperti orang yg berjalan diatas es tipis... tapi dari pengalaman teman2 juga diketahui banyak yang masuk jhana tapi gak ngerti apa itu jhana... he he he (beruntung saya punya akses informasi dari buddhisme teravada)

saya belajar banyak hal, banyak aliran, dari mahayana, teravada, nichiren bahkan nabi ajaran lain "Y****" dan "M******" juga merupakan tokoh yang menggagumkan bagi saya, tentunya selain Sang Buddha (yang sempurna menurut saya) dan yang akan datang Sang Pengasih Maitreya...

sekarang mencoba untuk tidak terikat dan memandang segalanya seperti gambar pemandangan saja...
ada langit biru, awan putih, samudra luas, rumput hijau, dan lain-lain... semua satu... tidak berbeda dalam jalan... sebuah keutuhan dalam perbedaan


memahami ”sesungguhnya aku, jalan dan tujuan adalah satu”.... (puits banget he he)
ini baru dalam pemahaman kulit luar...
masih belajar untuk menginsafi lebih mendalam...
File Under:

Kisah pelacur yang membunuh tuhannya

Kisah pelacur yang membunuh tuhannya
(dari dhammacitta / oleh: ryu)

Senja itu senyap ketika angin mendesir menerbangkan daun yang gugur perlahan.
Pelacur itu mengutuk nasibnya. Dua hari lalu rekannya mati Dengan mengerikan.
Saat pemakaman jenazahnya tak bisa masuk liang.
Tubuhnya tiba-tiba memanjang sehingga panjangnya melebihi ukuranliangnya.
Menurut orang-orang tua ia dikutuk oleh langit dan bumi.

Setelah didatangkan seorang kyai barulah jenazahnya bisa dimakamkan.
Peristiwa itu demikian membekas di hatinya hingga terbitlah sesal.
Sejak itu ia selalu murung saja memikirkan masa depannya. Dan sejak
itu juga dia ingat kembali masa-masa kecilnya.

Dulu ia bersama teman-temannya biasa ke surau untuk mengaji selepas
maghrib. Ia dulu sering ikut majelis taklim. Ia dulu rajin berpuasa,
tarawih dan ikut membantu menyiapkan sahur untuk keluarga. Tapi sejak
ia menikah dengan tetangga desanya nasibnya menjadi berubah.

Suaminya ternyata penipu, pemabuk dan penjudi. Ketika seluruh hartanya habis di meja judi, ia menjual istrinya ke seorang germo.
Dan, singkat cerita, sejak itulah dia menjadi seorang pelacur.

Dan kematian rekannya itu menjadikannya merasa berdosa, sangat
berdosa. Ia ingat ajaran ustad-ustadnya di kampung dulu, tentang
siksa neraka bagi pelacur seperti dirinya. Ia dulu pernah membaca
cerita bergambar yang mengisahkan siksa neraka, di mana para pelacur
kemaluannya ditusuk dengan besi panas di dalam ruang api yang
menyala-nyala.



Dan di senja yang senyap itu ia sangat sedih, ia merasa tak lagi
berharga di mata Tuhan. Pikirannya penuh dengan bayang-bayang
murka Tuhan. Ia lalu ingat lagi masa remajanya. Dulu ustadnya dengan
hidup menceritakan bagaimana Tuhan menyiksa para pendosa dengan
kejam. Tuhan mengawasi setiap tindak-tanduk manusia, memerintahkan
malaikat mencatat segala amalnya, dan menghukum atau memberi
kenikmatan yang tak terhingga.

Dan di senja itu juga ia sangat murung. Setelah berpikir cukup lama ia memutuskan pergi mencari ulama untuk meminta nasihatnya.
Maka esok harinya ia meminta ijin pada germonya untuk berbelanja.
Tapi Tentu saja ia tak berbelanja, ia pergi ke mesjid terdekat.

Menemui ulama di sana, dan tentu saja hujan nasihat menyiram
pikirannya. Dan demikianlah ia berjalan dari satu mesjid ke mesjid
lainnya, dari satu majelis taklim ke majelis taklim lainnya.

Dan hujan nasihat itu semakin deras. Semuanya mirip, tentang ampunan dan janji sorga, dan, lagi-lagi, tentang neraka yang mengerikan, tentang Tuhan Yang Maha Adil yang memberi balasan setimpal atas hamba-hambanya; dia harus bertobat, kembali ke jalan lurus, banyak salat, dan istighfar.

Tapi itu semua tak bisa menentramkannya, sebab setiap kali ia salat,
istighfar, bayangan murka Tuhan dalam bentuk siksa neraka selalu
saja Hadir di pikirannya. Kembali dia mengutuki nasibnya. Maka
hatinya gundah, dan tetap saja ia masih merasa kotor di hadapan
Tuhan. Ia selalu ingat siksa neraka itu.

Hingga akhirnya setelah beberapa minggu tak juga merasa tenang ia memutuskan tak lagi mencari ketenangan itu. Ia selalu ingat siksa Tuhan di neraka. Ia tak lagi yakin ada ampunan dari-Nya karena bayangan siksa-Nya yangdemikian kejam terus saja menghantuinya, karena ia masih melacur, lagipula ia tak ada pekerjaan lain selain melacur karena ia tak
punya keahlian lainnya - jadi bagaimana mungkin ia diampuni jika
bertobat tetapi mengulangi kesalahan yang sama; tapi jika ia tak melacur ia pasti kelaparan.

Ia merasa tak punya pilihan lain, hingga akhirnya ia secara tak
sadar telah menarik kesimpulannya sendiri tentang Tuhan:
Dia adalah Yang Maha Keras di dalam Maha Keadilan-Nya. Dia adil, dan menepati janji, maka tentunya siksaan itu pasti dijatuhkan.

Dirinya telah ditakdirkan menjadi pelacur selamanya dan karena itu akan tetap bergelimang dosa. Dengan pikiran begitu ia patah semangat.
Pikirannya kalut dan akhirnya ia nekat hendak bunuh diri. Ya, bunuh
diri! Bukankah sama saja mati nanti dengan mati sekarang, toh
hukuman sudah menanti. Memang benar dia pernah dengar sifat-Nya yang
Maha Pengampun.

Ia memang pernah dengar bahwa sebelum nyawa sampai ke kerongkongan ampunan-Nya masih terbuka. Akan tetapi ia juga pernah mendengar bahwa manusia berdosa mesti masuk neraka dulu untuk disucikan dari kotoran-kotoran dosanya, baru diangkat ke sorga.

Jadi, pikirnya, mungkin, sekali lagi mungkin, dirinya akan diampuni,
tetapi tetap saja ia mesti masuk neraka, sebab Tuhan Maha Adil dan
Menepati Janji. Lagipula tak ada jaminan ia masih hidup esok hari,
dan tak ada jaminan dia akan mati dalam keadaan telah bertobat.

Selain itu cap dirinya sebagai pelacur sungguh sulit dihapuskan.
Bahkan kalau ia meninggalkan dunia pelacuran ini, sebutan "bekas
pelacur" tetap saja memalukan. Bahkan di dunia ini sesungguhnya dia
telah dihukum secara sosial dan psikologis. Bahkan di dunia
ini dia sudah dihukum! Jadi Sekali lagi, hukuman itu tampak sebagai
sebuah keniscayaan.

Sekarang ia harus memikirkan cara bunuh diri yang paling efisien dan
tidak menyakitkan. Gantung diri jelas tak nyaman. Terjun dari gedung
bertingkat juga tak mungkin sebab dia takut ketinggian. Ini persoalan
serius, ia harus memikirkannya masak-masak. Dan malam ini, sambil
melakukan pekerjaannya melayani lelaki, pikirannya sibuk memikirkan
cara bunuh diri secara efisien dan tak menyakitkan. Dan pada dini
hari sekitar jam 4 dia sudah menemukan caranya.

Dua hari kemudian ia pergi dari lokalisasi ke desa di selatan kota
yang sering dikunjunginya jika dia stres untuk melaksanakan niatnya.
Di ujung desa itu terdapat lembah ngarai yang pemandangannya sangat
indah. Di sebelah timur ngarai itu terdapat hutan lebat, dan gunung
yang tak begitu tinggi. Saat matahari muncul dari balik gunung itu
sinar emasnya meluncur seperti lempengan emas menerpa dedaunan
pepohonan hutan itu.

Sementara itu kabut merayap naik dari ngarai lalu dengan pelan dan
halus menyelimuti hutan dan lubang ngarai yang menganga itu. Meski
di atas ngarai, ia tak merasa berada di ketinggian jika kabut itu
sudah menutupinya, sebab nanti hanya akan tampak hamparan
permadani putih membentang di atas ngarai. Karenanya dia bisa
berjalan ke permadani itu dan, tentu saja, ia akan jatuh ke ngarai
yang curam dan berbatu. Sungguh tempat ideal untuk bunuh diri.

Saat pelacur itu sampai di tempat itu di pagi hari, ngarai tersebut sudah
hampir tertutup oleh kabut, dan permadani putih itu sudah terbentuk.
Keadaannya sepi, dan hanya desir angin yang mengisi kekosongan. Dia
tinggal menunggu beberapa saat lagi, dan terlaksanalah rencananya,
tanpa harus takut.

Demikianlah, ketika permadani itu sudah terbentuk, ia menarik nafas
panjang, mengepalkan kedua tangan, ditegakkannya kepala dan
punggungnya, lalu dengan langkah pelan tapi pasti ia berjalan ke
bibir ngarai.Angin masih berdesir,dan di atas seekor burung melayang seolah ingin menyaksikan detik-detik yang mendebarkan ini.

Langit biru cerah, udara dingin, sepi, dan langkah kakinya terdengar
berdetak keras saat menapak tanah. Dalam hitungan detik ia sampai di
bibir ngarai. Ia tak menatap ke bawah, hanya memandang permadani
putih itu. Sejenak ia tampak bimbang, bibirnya terkatup.

Lalu dipejamkan matanya dan seiring hembusan angin ia mengangkat kakinya maju ke depan... Di kejauhan terdengar suara cicit burung. Daun
gemerisik disentuh angin. Bukk... pelacur itu terjerembab... ke
belakang! Di saat yang menentukan itu sebuah tangan menarik badannya
dengan keras. Jadi ia tak jadi mati.

Pelacur itu meringis kesakitan, lalu menoleh ke belakang. Di lihatnya seorang lelaki setengah baya, sedikit beruban, memanggul ikatan rumput, dengan sabit di pinggangnya. Lelaki itu tersenyum. "Kenapa?" tanyanya pelan, sambil meletakkan ikatan rumput, lalu menolong pelacur itu berdiri.

Pelacur itu, setelah terhenyak heran sejenak, merasa kecewa, sedih dan marah, lalu duduk di atas tanah. Kemudian terdengar isak tangis di kesunyian. Lelaki itu membiarkannya menangis. Setelah beberapa lama isak itu semakin pelan, lalu berhenti sama sekali.

"Kenapa?" kembali ia bertanya. Pelacur itu hanya diam. Angin menderu
sedikit lebih kencang. Setelah beberapa lama ia mendesah. "Mengapa
paman selamatkan aku?" protesnya.

"Aku hanya mengikuti kata hati. Bunuh diri itu perbuatan buruk, maka
aku mencegahmu. Tampaknya kau menanggung beban persoalan yang sangat berat hingga kau berbuat nekat. Ceritakanlah, barangkali aku bisa
meringankannya. "

"Tak usahlah paman. Aku sudah berminggu-minggu mencoba menguranginya, tapi itu bahkan menambah bebanku. Lagipula aku tak
ingin membebani paman dengan persoalanku. "

Lelaki itu tersenyum. "Mari duduk. Ceritakan saja, aku tak kan
merasa terbebani." Setelah ragu sejenak, pelacur itu menurut. Ia
duduk di atas batu, sedangkan lelaki itu duduk di depannya, juga di
atas batu. Hening sesaat.

Perempuan itu hanya menundukkan kepalanya. Angin bertambah kencang, kabut itu mulai tersingkap dan permadani itu perlahan-lahan terurai,menyingkapkan dasar ngarai. Rambut pelacur itu berkibar, dan beberapa helai menutupi wajahnya.

Burung di langit itu masih berputar, seperti tak hendak melewatkan
peristiwa ini. Kemudian, sambil menyibakkan rambut yang menutup
wajahnya itu, dia mengangkat kepalanya dan menatap lelaki itu. Lalu
ia mulai menceritakan semuanya, ya, semuanya, dari awal hingga
akhir.

Setelah selesai, pelacur itu menunduk lagi, dan tak terasa matanya
kembali berlinang. "Hmm, jadi itu persoalannya. Jadi kau yakin
Tuhan, walau mungkin akan mengampunimu, Dia tetap akan menghukummu atas dosa-dosamu. Sungguh adil Tuhanmu itu, tetapi Dia juga sungguh keras. Tak memberimu pilihan selain melacur, hmm, Dia
sungguh keras."

Perempuan itu hanya menganggukkan kepalanya. Di atasnya, burung itu
masih berputar, lalu meluncur turun ke pepohonan hutan.Sementara itu
kabut sudah semakin tipis, dan matahari mulai mengirimkan hawa
panasnya. Tetapi angin masih kencang.

"Aku mau bertanya, seandainya ada orang yang membebaskanmu dari
dunia pelacuran, apakah kau masih yakin Tuhan akan menghukummu? "
Sejenak pelacur itu berpikir. "Ya," jawabnya.
"Mengapa?"

"Sebab aku terlampau kotor, dan hanya api neraka saja yang bisa
menghapusnya. Bukankah Dia itu Hakim Maha Adil? Tentunya kesalahan
tak dihapus begitu saja. Bukankah menurut kitab suci yang pernah aku
baca perbuatan buruk sebesar zarah sekalipun akan mendapat
balasannya?"

"Jadi menurutmu Tuhan itu bagaimana?"
"Dia Maha Adil. Dia pasti menepati janji. Aku ingat dulu ustad di
desaku mengatakan begitu. Dia akan menghukumku..." sampai di sini
dia menangis lagi.

Lelaki itu menggelengkan kepalanya. tampak jelas dia begitu
masygul."Terlalu banyak orang yang seperti dia" katanya dalam hati.
Tapi ia sadar bahwa pelacur itu sudah banyak mendapat nasihat, jadi
dia merasa tak perlu memberinya nasihat lagi.

Akhirnya, setelah menimbang-nimbang sejenak dia berkata: "Kau tertekan sekali. Hidupmu demikian pedih karena Tuhanmu menghendaki begitu, kan? Tak memberimu pilihan selain melacur, dan tentu akan menghukummu, " katanya, mengulang kata-katanya yang tadi telah diucapkan.

Sambil terisak pelacur itu mengangguk, "Ya, Dia tak memberiku banyak
pilihan."
"Jadi kalau begitu Tuhanmu itulah sumber masalahnya,sebab Dia-lah
yang menjadikanmu tertekan begini."

Mendengar ini, pelacur itu agak ragu. Benarkah Tuhannya yang menjadi
sumber masalah? Benarkah takdir-Nya yang menciptakan semua persoalan
yang menimpanya kini? Ia jadi bimbang, tak tahu apa yang
mesti dikatakan. Seketika pikirannya kosong, kalut. Ia jadi takut
sendiri.

Apakah takdir Tuhan yang mempermainkannya? Ia tiba-tiba ingat betapa para lelaki di lereng Merapi yang tidur lelap bersama istri mereka yang sah tersapu oleh hawa panas dan desa mereka hancur, sementara itu para lelaki kaya yang selingkuh dan menidurinya tak tersentuh sama sekali oleh bencana ini.

Apakah penduduk desa itu lebih jahat daripada lelaki kaya yang menidurinya? Apakah penduduk desa itu lebih bejat moralnya ketimbang penduduk kota? Apakah perbuatan maksiat di sana lebih banyak dan lebih
dahsyat ketimbang di kota? Jika tidak, kenapa bencana itu menimpa
mereka?

Ia lalu membandingkannya dengan nasibnya sendiri. Ia ingat bekas suaminya, ia ingat germonya. Ia ingat masa kecilnya. Ia ingat suara anak-anak desa yang mengaji. Ia ingat penduduk desanya yang rajin bertani, mencari nafkah secara halal, tetapi tak kunjung makmur. Ia ingat lelaki yang menidurinya, yang mencuri, korupsi tetapi hidupnya makmur.

Jadi di mana keadilan Tuhan? Jadi apakah Tuhan selama ini hanya
mempermainkan manusia? Lagipula, adakah jaminan penduduk yang
tertimpa bencana itu masuk sorga? Siapakah yang bisa memastikan para
lelaki yang menidurinya itu kelak mati sebelum bertobat?

Dan kepalanya seperti melayang,ia bingung. Tapi ia menjadi jengkel,
sebab lelaki ini justru menambah persoalan bagi dirinya. Bukankah
lebih baik dia mati tadi?

"Jika menurutmu Tuhan itu sumber masalah, kau abaikan saja Dia,
atau... "sejenak dia berhenti. Lalu dengan pelan berkata sambil
tersenyum misterius:"Bunuhlah Dia. Kujamin masalahmu hilang,"
Dan pelacur itu kaget lalu bertambah jengkel. Membunuh Tuhan? "Apa
maksud paman?"

"Ya, tinggalkan dia. Hiduplah tanpa Tuhan."
Pelacur itu jadi ragu, jangan-jangan lelaki ini tak waras. Tapi,
setelah berpikir agak lama, rasanya anjurannya tampak masuk akal.
Jika ia tak memikirkan Tuhannya lagi, tak memikirkan sorga neraka,
tentunya ia tak perlu takut lagi, walau hati kecilnya masih cemas
tentang keadaannya setelah mati.

Tetapi jika ia tak takut lagi kepada Tuhannya yang keras itu,
bukankah ia dapat hidup dengan lebih nyaman dan tenang?
Ketidakpastian nasibnya di akhirat akan lenyap, sebab ia telah membunuh Tuhan yang menguasai dunia-akhirat. Memikirkan hal ini, seketika hatinya menjadi tenang, terbitlah terang di pikirannya.

Ya, ia akan bunuh atau tinggalkan saja Tuhannya itu. Ia akan menapak
hidup ini dengan riang dan bebas dari beban dosa dan kecemasan akan
murka-Nya. Ia merasa bebas.

Langit masih biru, awan mulai berarak dan tiupan angin menyusut.
Daun gemerisik di kejauhan.

Jadi demikianlah, pelacur itu, setelah berterima kasih kepada lelaki
itu, pulang ke lokalisasi. Dia kini merasa siap menentukan nasibnya
sendiri. Ia tak mau tunduk pada takdir yang menetapkannya jadi
pelacur.

Karena ia sudah membunuh Tuhan, bukankah takdir itu sudah tak
berlaku lagi? Maka dengan mantap ia bilang kepada germonya untuk
berhenti sebagai pelacur. Ia siap cari kerja lagi, apa saja,
asal bukan melacur.

Pikirannya kini dipenuhi banyak rencana, dan seiring dengan semakin tenangnya pikirannya itu, ia merasakan banyak kesempatan terbuka lebar di hadapannya. Ia punya rencana jadi TKW, atau pembantu domestik. Ia juga punya rencana untuk membuka warung makan. Modalnya bisa pinjam temannya. Pokoknya sejak ia membunuh Tuhan, pilihan tak lagi terbatas. Ia tak lagi hanya punya pilihan melacur!

Takdir-Nya sudah dihancurkan! Ah, benar sekali nasihat lelaki itu:
membunuh Tuhan yang jadi sumber masalah. Kenapa tidak dari dulu
saja! Kini ia jadi pembantu. Sekarang dia tenang dan bahagia dengan
keadaannya yang sekarang. Pagi itu ia merasa dadanya sangat lapang.
Majikannya akan pergi selama seminggu, dan dia boleh pergi ke mana
saja selama seminggu ini. Dia ingin berlibur, dan tempat pertama
yang muncul di pikirannya adalah ngarai itu. Ya, ngarai yang
mengubah jalan hidupnya.

Pagi buta dia berangkat. Setelah tiga jam sampailah dia di sana.
Pemandangannya masih sama, masih sepi dan masih berangin. Hanya saja
burung yang berputar di angkasa tak ada. Ia duduk di batu tempat dia
berbincang dengan lelaki itu. Ia tersenyum ketika mengenang pertemuan itu.

Angin dingin kembali berhembus, menyejukkan wajahnya, dan angin itu juga yang menyibakkan rambut menutupi wajahnya. Ia memejamkan matanya, menarik nafasdalam-dalam, seolah-olah hendak menghisap masuk semua kesunyian yang tenang itu ke dalam hatinya, seolah hendak menyimpannya dalam hati.

Tiba-tiba dia merasakan sentuhan di bahunya.
Saat membuka mata dia melihat lelaki yang dulu itu sudah berada di
depannya. Tapi kini ia tak membawa ikatan rumput, hanya sabit di
pinggangnya. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya, dengan senyum yang
masih sama seperti yang dulu.

Kini bekas pelacur itu membalas senyum itu dengan senyum pula. "Jauh
lebih baik. Aku merasa lebih bahagia dan tenang. sekali lagi, terima
kasih atas nasihat paman," sahutnya ramah.

"Oh ya? Ceritakanlah padaku. Berbagilah kebahagiaanmu denganku."
Lalu lelaki itu duduk di atas batu tepat di depannya. Persis seperti
pertemuan pertama dulu. Kali ini bekas pelacur itu tak ragu lagi
untuk menceritakan semuanya, ya, semuanya, dari sejak pertemuan
pertama sampai pertemuan yang sekarang.

Dan lelaki itu tertawa kecil, mengangguk-anggukan kepalanya. "Hmm,
kau telah menemukan ganti atas Tuhanmu yang kau bunuh dulu. Kau
telah menemukan Tuhan baru."

Bekas pelacur heran mendengar ucapannya. Mendapatkan ganti Tuhan
yang baru? Memangnya ada berapa banyak Tuhan itu? "Apa maksudmu?"
"Apakah kau tahu bahwa Tuhan itu tunduk kepada pikiran orang?"

Perempuan itu menggeleng, dan bertambah heran. Lelaki itu bangkit
berdiri, menatap hamparan langit, lalu berkata: "Dulu kau menundukkan Tuhan dengan pikiranmu. Kau jadikan dia Tuhan yang Adil dan Keras. Tuhan yang tak memberimu pilihan. Maka Tuhanpun menuruti keinginanmu. Jadi bukan Tuhan sumber masalahmu, tapi kau sendiri."

Seketika itu juga pikirannya kembali kosong, tapi kini tak kalut lagi. Ia lalu lagi-lagi ingat dulu waktu kecil saat mengaji kitab-kitab agama, ustadnya membacakan hadits qudsi, yang artinya kurang lebih menyatakan bahwa Tuhan itu adalah sesuai dengan anggapan dan pikiran orang, karena itu orang mesti berbaik sangka kepada-Nya.

Kini kepalanya kembali melayang, tapi ia tak bingung lagi, juga tak jengkel lagi. Tiba-tiba dadanya bertambah lapang. Ia merasa bahagia karena telah mendapatkan Tuhan yang sama sekali lain dengan yang dulu. Tuhan yang membebaskan, memberi banyak pilihan, ampunan.

Dia tiba-tiba merasa Tuhannya yang sekarang jauh lebih ramah dan
pengasih. Dia memberinya kebebasan dari pelacuran. Dia tiba-tiba
sadar musibah yang berwujud rasa tertekan yang dulu menimpa dirinya
bukan hanya sekedar musibah. Dia ingat musibah di lereng merapi.
Dia ingat lelaki korup tapi makmur yang menidurinya. Dia ingat
penduduk desa yang bekerja keras dan halal tapi tak juga makmur.

Kini ia memandang itu semua secara berbeda.
Takdir tak mempermainkan! Ya, takdir tak mempermainkan manusia.
Manusialah yang bermain-main dengan takdirnya sendiri.

Sungguh sulit dijelaskan, tapi pengalamannya mengatakan begitu. Bekas pelacur itu tersenyum. Lelaki itu juga tersenyum, dan setelah mengucap salam dia pergi, mencari rumput dengan sabitnya yang terselip di pinggang.

Sejenak kemudian bekas pelacur itu tiba-tiba seperti mendengar panggilan shalat. Dan kali ini hatinya bergetar, sebab hatinya rindu ingin segera menemui dan bercakap-cakap lebih banyak dengan Tuhannya yang baru ini.

Hayya alal falah....panggilan itu kembali bergema di kalbunya. Angin
masih semilir, daun gemerisik pelan ditengah sunyi. Pelan sekali...
File Under:

Bintang Cahaya Hati...

diluasnya langit malam...
ujung dari kemampuan pandang
bergantung titik harapan,
bintang...



Seperti sepuluh tahun yang lalu... langit malam selalu sama...
dahulu seorang diri, aku berteman angin malam dan langit maha luas diatas sana. berbaring di atap rumah menikmati pelarian ku atas setiap masalah atau sekedar termenung menatap takdir hidup. sempat bertanya-tanya kenapa aku mesti datang ke dunia? kadang tersenyum kadang merana...

Sedang langit malam yang membisu itu, seolah berkata lewat bintang-bintang dan rembulan. adanya perubahan, kebenarna abadi yang mutlak tak berubah. di titik ini aku mencari memahami, dari sini ku mengeti betapa kecil debu yang bernama matahari...
sedang tempat aku berada hampir tak terkira.

Dari titik ini, masalah apa yang cukup besar untuk kita banggakan? apa pula yang mesti disedihkan? sedang super nova (hancur meledaknya sebuah bintang) bukan apa-apa di tengah jagad raya. seorang "aku" terlalu kecil untuk diperkarakan...

Ditempat ini bintang-bintang tampak kecil jauh di ujung gelap langit... namun sesungguhnya mataharipun bukan apa-apa dibanding kebesaran mereka. sebuah kenyataan, yang mengajarkan bahwa yang kecil kadang sungguh besar...
demikian saudara-saudari kita yang terpinggirkan. setiap pasang mata menyimpan sejuta cerita pahit-manis rasa dunia.

kini aku kembali menatap dimalam hening, saat sebagian anak manusia telah terlelap lelah seharian memikul kehidupan. sinar mata langit malam yang tak jemu-jemu berpijar. sesuatu yang sangat aneh... dan ajaib...
ketika tak ada yang menjadi perhatian, maka terlihat lebih banyak bintang-bintang kecil yang bersembunyi dalam tirai gelap malam...

mungkin kita juga harus demikian...
tidak bertumpu pada sesuatu... maka kita melihat keindahan setiap insan...

salam kasih bagi semua pengelana yang berkunjung di dunia...
selamat malam... semoga kasih dan kebahagiaan selalu terpatri dalam hati bersinar laksana bintang, cahaya hati...
File Under: